Hukum

Pembangunan Yang Terukur Dan Berkesinambungan

Pelaksanaan pembangunan daerah yang terukur dan berkesinambungan dapat diimplemetasikan jika rencana tata ruang wilayah (RTRW) telah menampung seluruh komponen ruang daerah. Perumusan kebijakan pembangunan akan dapat terlaksana dengan baik jika komponen ruang daerah yang tertuang dalam RTRW tidak mengalami perubahan ataupun berbeda.



Tidak jarang, pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah akan mengalami perubahan dikala subjek pimpinan pemerintahannya telah mengalami pergantian. Hal ini dapat kita lihat di Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu periode 2010-2015 yang dipimpin oleh Bupati dr Tigor Panusunan Siregar SpPD.

Dimasa kepemimpinan sebelumnya yakni Bupati H Tengku Milwan telah merombak kantor Bupati menggunakan dana milyaran rupiah berselang beberapa tahun kemudian rombakan bangunan tersebut harus dihancurkan dengan bangunan baru pola dr Tigor Panusunan Siregar. Hal ini menunjukan pembangunan di Kabupaten Labuhanbatu tidak memegang prinsip pembangunan yang berkesinambungan dan menunjukan kesan penghamburan keuangan negara.

Terkait tata ruang yang ada di Kabupaten Labuhanbatu hingga saat ini masih menjadi kerahasiaan pemerintahan daerah ini, dimana Peraturan Daerah (Perda) tentang RTRW belum terpublikasi kepada masyarakat. Tak ayal, setiap pembangunan rumah toko (Ruko) yang ada di Kabupaten Labuhanbatu akan berdampak terhadap resapan air yang semakin mengecil oleh karena ruang yang ada telah dimanfaatkan sebagai pemukiman maupun usaha oleh masyarakat.

Dalam hal ini tentunya kebijakan Pemkab Labuhanbatu yang memberikan izin mendirikan bangunan sangat dibutuhkan peran serta masyarakat agar kebijakan tersebut tetap memegang prinsip pembangunan berwawasan lingkungan dan tidak merubah komponen RTRW yang telah ditetapkan.

Dapat kita lihat di jalan Siringp-ringo yang dulunya belum tersentuh oleh pembangunan Ruko masih bebas dengan genangan air dikala hujan mendera. Namun dikala pembangunan Ruko marak dilingkungan tersebut, genangan air begitu terasa sekalipun curahan hujan tidak begitu deras.

Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan fungsi draenase yang tidak diperhatikan dan kurangnya keseriusan aparat pemerintahnya dalam mengkawal setiap kebijakan yang telah dibuat. Secara birokrasi penerbitan izin mendirikan bangunan, instansi terkait tentunya membutuhkan rekomendasi teknis pelaksanaan pembangunan yang diajukan masyarakat dari instansi bekompoten seperti, Dinas Pekerjaan Umum tentang Kontruksi dan Badan Lingkungan Hidup tentang dampak lingkungan.

Jika pihak Badan Lingkungan Hidup merekomendasikan pengajuan permohonan izin mendirikan bangunan dibutuhkan draenase tentunya pihak Dinas Pekerjaan Umum akan menerbitkan rekomendasi teknis pembangunan draenase yang dibutuhkan. Namun faktanya, rekomendasi yang diterbitkan oleh instansi terkait tersebut terkesan tidak ada dikarenakan dampak pembangunan Ruko menimbulkan genangan air dikala hujan.

Bukan hanya itu, dampak maraknya pembangunan oleh masyarakat mengakibatkan semakin sempitnya ruang resapan air tanah. Air yang sebelumnya dapat diresap oleh tanah kini tidak teresap lagi dan malah akan mengalir langsung ke sungai.

Untuk itu, demi terciptanya keseimbangan pembangunan, Pemkab Labuhanbatu harus melaksanakan sistem kepemerintahan yang terbuka dan seluruh kebijakan dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. Pengetahuan masyarakat atas kebijakan pemerintah akan dapat menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial. (Larus)

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Berita Rantau - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger